Minggu, 06 Januari 2013

Visi & Misi PP.DAWAM

PONDOK PESANTREN DAARUL ULUM WAL HIKAM
(PP. DAWAM)

          Visi
-         1. Melahirkan Generasi Bangsa Berakhlak Mulia yang Cendikia serta Peduli Kepada Agama,   Bangsa, dan Negara.
-        2.  Mencetak Generasi Pemimpin Masa Depan Bangsa yang Shiddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah.
          Misi
-         1. Membumikan warisan tradisi salafus sholih dalam ruang kekinian dan bingkai ke-Indonesia-an.
-         2. Kaderisasi dalam bentuk mendidik dan mengarahkan santri menjadi generasi berakhlakul karimah yang cerdas lahir batin serta siap mengabdikan dirinya untuk Agama, Bangsa, dan Negara
-         3. Mengembangkan kepemimpinan profetiksecara aplikatif kepada santri untuk sebuah visi kepemimpinan bangsa Indonesia mendatang.
-         4. Menghimpun santri untuk keperluan pembinaan dan pengembangan secara optimal di bidang akhlak, keilmuan, keislaman, dan IPTEK.
-         5. Memproduksi peserta didik yang memiliki tingkat keberhasilan keilmuan dan tanggung jawab sebagai ahlul ilmi yang maksimal.
-         6. Mengimplementasikan IMTAQ dalam kehidupan sehari-hari.
-         7. Mengarahkan dan mengantarkan umat islam secara umum untuk memenuhi fitrahnya sebagai khoiru ummah khoiru ummah yang dapat memerankan kepeloporan, kemajuan, dan perubahan sosial bagi terciptanya Negara Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur.












                                                                          
                                                                           Nizar Muhammad Yasir
                                                                     
                                                                      Yogyakarta, 29 Desember 2012

kata-kata motivasi



Bekerja lebih keras tidak efektif dari bekerja lebih pintar.
Tersenyumlah dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu siap menghadapi hari dengan penuh semangat.
Janganlah menjadikan beban sebagai hambatan, tetapi jadikanlah beban itu sebagai jembatan untuk menuju kesuksesan.

Disiplinlah terhadap waktu, jikalau tidak ingin di habisi oleh waktu.

Janganlah merasa sedih ketika mendapat ujian, tetapi bahagialah ketika diberi ujian, karena ujian adalah kunci menuju kebahagiaan.

Waktu itu bagaikan air yang mengalir, jika di genggam pasti tidak akan bisa kita genggam kembali air yang sudah di genggam.

Mempunyai satu sahabat lebih baik dari pada seribu sahabat yang tidak bisa membawa kemajuan, bagaikan satu amalan tapi istiqamah dalam mengerjakan, dari pada seribu amal tidak pernah di kerjakan.

Kegagalan terbesar adalah jika kita tidak pernah mencoba.

Buatlah manusia tersenyum dan kamu menangis, dikala kamu hidup di dunia, dan buatlah manusia menangis dan kamu tersenyum, dikala kamu kembali ke rahmatullah.

Bersungguh-sungguhlah dalam melangkahkan kaki, dan tanamlah kabaikan-kebaikan, pasti menuai apa yang kita tanam.

Keindahan hidup bagaikan bunga-bunga yang sedang mekar dan bulan sedang purnama, yang memberikan keindahan alam semesta.


Visi tanpa eksekusi adalah lamunan, eksekusi tanpa visi adalah  mimpi buruk, sama halnya dengan do’a tanpa usaha itu bohong, dan usaha tanpa do’a itu sombong.

Awali pagimu dengan senyuman, jika gak ada orang yang kamu bisa senyumi, ya,,,senyum-senyum aja sendiri!!! Hehehe,,,,,

Jumat, 04 Januari 2013

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi begitu saja, ada beberapa tahapan proses dalam penerimaan itu yang membutuhkan waktu lama. Tahapannya meliputi :
a). Masa Pra-1928
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah, Bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan atau komunikasi sejak abad VII yaitu masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya. Pada masanya kerajaan Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar filsafat, dan pusat keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa perhubungan yaitu Bahasa Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, Bahasa Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa perhubungan. Namun, juga digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan bahasa dalam menyampaikan ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, Bahasa Melayu juga digunakan sebagai bahasa penerjemah buku-buku keagamaan misalnya buku keagamaan yang diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I Tsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan Bahasa Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a.     Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b.    Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c.     Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d.    Prasasti Karang Brahi antara jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M
e.     Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah, tahun 832 M.
f.     Prasasti Bogor, di Bogor, tahun 942 M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan nusantara,membuat kedudukan bahasa Melayu semakin Penting. Para pembawa ajaran Islam memanfaatkan bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi. Di samping itu, pembawa ajaran Islam ikut memperkaya Khasanah kosa kata dalam bahasa Melayu.
Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki kepulaua Nusantara. Dalam mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah Belanda mengalami kegagalan sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK No. 104/1631 yang antara lain berisi “..Pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putera diberikan dalam bahasa Melayu”. Ejaan resmi bahasa Melayu dan diterbitkan dalam Kitab Logat Melajoe. Buku ini disusun oleh Charles Andrianus Van Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
1.      Huruf “ j “ untuk menuliskan kata-kata seperti jang, pajah, sajang, dan sebagainya.
2.      Huruf “ oe “ untuk menuliskan kata-kata seperti goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya
3.      Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata seperti ma’moer, ‘akal.ta’, pa’, dinamai’, dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Melayu berikutnya, tampak pada masa kebangkitan pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang telah menggunakan bahasa Melayu sebagai alat bertukarnya informasi dan komunikasi antara penggerak. Hal ini dianggap penting dan perlu, karena dengan itu akan mudah dalam mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka nasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan penerbitan buku-buku bacaan yang diberii nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang banyak membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam Kongres II jong Sumatera, diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu antar Jong. Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah dengan menerbitkan surat kabar Neratja, Bianglala dan kaoem Moeda.
Sebagai puncak keberadaan bahasa Melayu seperti yang diuraikan diatas, maka pada tanggal 28 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh berbagai Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres Pemuda yaitu dengan dicetuskannya ikrar Sumpa pemuda. Sumpah Pemuda itu berisikan :
1.      Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbagsa yang satu bangsa Indonesia ;
2.      Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia ;
3.      Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
b). Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia.
Perkembangan berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga Baru tahun 1933. Para pelopornya antara lain: Sultan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “ Pembinaan bahasa dan kesusastraan Indonesia.”
Pada masa itu terjadinya krisis terhadap keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah (Belanda), berusaha mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah pakar bahasa Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1983.
Sejumlah pakar yang ikut diambil bagian dalam Kongres tersebut antara lain : K. St Pamoentjak ; Ki Hadjar Dewantoro ; Sanoesi Pane ; Sultan Tkdir Alisjahbana ; Dr. Poerbatjaraka ; Adinegoro ; Soekrdjo Wirjopranoto ; R.P. Soeroso; Mr. Moh. Yamin ; dan Mr. Amir Sjarifudin, kongres ini membahas bidang-bidang peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa persurat kabaran. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah di lakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti pula sebagai pencetus kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap terhadap bahasa Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia (1 Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa perhubungan antara penduduk, disamping bahasa jepang dan pelarangan tegas dalam penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat mengembirakan bagi pemekaran bahasa indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat dari munculnya sebuah Angkatan Kesusastraan yang dipelopori Chairul Anwar, Idris, Asrul Sani. Angkatan ini dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh jepang. Tugas komisi ini adalah menyususn istilah dan tata bahasa Normatif serta kosa kata umum bahasa Indonesia. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara tidak langsung semakin mantap dan memperoleh tempat di hati penduduk.
2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia pada zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 telah ditetapkan Undang-undang Dasar 1945. Dalam Pasal 36 Bab XV UUD ’45 berbunyi : “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu :
a.       Huruf “ oe “ diganti dengan “ u “ seperti pada kata Guru, Itu, Umur, dan sebagainya.
b.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan K pada kata-kata Tak, Pak, Rakjat, dan sebagainya.
c.       Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d.      Awal di-an kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai sebelum masa reformasi antara lain :
1.      Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
2.      Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia H.M. Soeharto, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3.      Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku diseluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
4.      Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober- 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
5.      Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselengarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke- 55. Dalam keputusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik  dan benar, dapat tercapai maksimal mungkin.
6.      Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi Negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ini ditanda tangani dengan dipersembahkan karya besar pusat pembinaan dan pengembangan bahasa kepada pecinta bahasa Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia.
7.      Kongres bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Peserta sebanyak 770 pakar bahasa Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunya Undang-undang Bahasa Indonesia.
Pada tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia muncul untuk pertama kalinya yang disusun oleh Poerwodarminta. Di kamus tersebut tercatat jumlah lema(kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000 kata.
Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi secara luar biasa, saat produk asing berupa properti masuk ke perkantoran dan pusat pembelanjaan, banyak istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing banyak digunakan dan sehingga membuat pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun 1995 terjadi perencanaan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Nama-nama gedung, perumahan, dan pusat perbelanjaan yang menggunakan bahasa asing, diganti dengan menggunakan bahasa Indonesia.
2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b.      Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata diberbagai bidang ilmu. Sementara kata umumnya telah berjumlah 78.000 kata.
Namun, masa reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing yang semakin luas dan bahasa Indonesia sempat di pinggirkan. Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menunding sekarang ini kita tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi tiada tanggungjawab “ terhadap pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Ini menunjukan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan antara lain adanya perubahan zama, reformasi yang tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan. Redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers saat ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa Indonesia :
1.      Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim).
2.      Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar
Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebaginya. Istilah-istilah tersebut memang terdapat dikamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat ini Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Dikalangan pelajar dan remaja sendiri lahir sebuah bahasa baru yang merupakan percampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut terutama terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwa kaum intelek adalah mereka yang menggunakan bahasa asing dalam kehiduapan sehari-hari, baik yang total memakai bahasa asing maupun mencampur dengan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan Bahasa aisng justru semakin luas. Kata-kata sperti “ new arrival “, “sale”, “best buy”, “discount”, yang dapat dijumpai di toko dan pusat peebelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Dan tidak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing. Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur. Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia semakin dikenal di masyarakat. jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul dengan sesama karena terdapat perbedaan bahasa, kini dengan adanya bahasa pemersatu yaitu Bahasa Indonesia, semua elemen bangsa dapat berkomunikasi. Ini merupakan salah satu bentuk kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, Bahasa Indonesia juga memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengauh besar negara-negara besar sperti Amerika Serikat, Bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang menganggap sepel Bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, Perancis, Jerman, Mandarin dan sebagainya. Pelajar dan pemuda sekarang menggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa gaul yang merupakan campuran dari bahasa derah, bahasa asing, dan bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun yang lalu, disaat ini pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa derah. Alhasil, akibat pelajar menggap sepel pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri mendapatkan nilai rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab banyaknya pelajar tidak lulus ujian karena menganggap sepele bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkanmasyarakat Indonesia itu menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat Indonesia merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu berbahasa indonesia dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa malu berbahasa Indonesia dalam pergaulan internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia menurun akibat kondisi pengajaran Bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan segala penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas pelenggaraan pengajar bahasa Indoesia untuk penutur asing ini disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri menurunkanya minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran indonesia untuk penutur asing itu sendirimaupun dari kondisi dalam negeri sendiri. Penurunan minat ini terjadi di negara Australia, Belanda, dan Jerman. Hal itu akibat politik di negara tersebut, di Jermanbahkan pelajaran bahasa indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup program ini, tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di sana. Kurangnya minat untuk mempelajari bahasa Indonesia di beberapa negara diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara berkembang pesat.
Salah satunya upaya pemerintah Indonesia mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia.
2.4  Peranan Bahasa Indonesia
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Di dalam suatu masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin di antara sesamanya.
2.5  Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.