Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi begitu
saja, ada beberapa tahapan proses dalam penerimaan itu yang membutuhkan waktu
lama. Tahapannya meliputi :
a). Masa
Pra-1928
Bila
dilihat dari sudut pandang sejarah, Bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan
atau komunikasi sejak abad VII yaitu masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya.
Pada masanya kerajaan Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, tempat
orang belajar filsafat, dan pusat keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa
perhubungan yaitu Bahasa Melayu.
Berdasarkan
catatan sejarah, Bahasa Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa perhubungan.
Namun, juga digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan
bahasa dalam menyampaikan ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan alat
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, Bahasa Melayu juga digunakan sebagai
bahasa penerjemah buku-buku keagamaan misalnya buku keagamaan yang
diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I Tsing.
Bukti
lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan Bahasa
Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a. Prasasti
Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b. Prasasti
Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c. Prasasti
Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d. Prasasti
Karang Brahi antara jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M
e. Inskripsi
Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah, tahun 832 M.
f. Prasasti
Bogor, di Bogor, tahun 942 M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan
nusantara,membuat kedudukan bahasa Melayu semakin Penting. Para pembawa ajaran
Islam memanfaatkan bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi. Di samping itu,
pembawa ajaran Islam ikut memperkaya Khasanah kosa kata dalam bahasa Melayu.
Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat
(Belanda) memasuki kepulaua Nusantara. Dalam mendirikan lembaga pendidikan,
pemerintah Belanda mengalami kegagalan sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK
No. 104/1631 yang antara lain berisi “..Pengajaran di sekolah-sekolah Bumi
Putera diberikan dalam bahasa Melayu”. Ejaan resmi bahasa Melayu dan
diterbitkan dalam Kitab Logat Melajoe. Buku ini disusun oleh Charles Andrianus
Van Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan Mohammad Taib Soetan
Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
1. Huruf
“ j “ untuk menuliskan kata-kata seperti jang, pajah, sajang, dan sebagainya.
2. Huruf
“ oe “ untuk menuliskan kata-kata seperti goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya
3. Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata seperti
ma’moer, ‘akal.ta’, pa’, dinamai’, dan sebagainya.
Perkembangan
bahasa Melayu berikutnya, tampak pada masa kebangkitan pergerakan bangsa
Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang telah
menggunakan bahasa Melayu sebagai alat bertukarnya informasi dan komunikasi
antara penggerak. Hal ini dianggap penting dan perlu, karena dengan itu akan
mudah dalam mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka nasional.
Pada
tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan penerbitan buku-buku
bacaan yang diberii nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat),
yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu
menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang banyak membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam
Kongres II jong Sumatera, diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa
pemersatu antar Jong. Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah dengan
menerbitkan surat kabar Neratja, Bianglala dan kaoem Moeda.
Sebagai
puncak keberadaan bahasa Melayu seperti yang diuraikan diatas, maka pada
tanggal 28 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh berbagai
Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres Pemuda yaitu dengan dicetuskannya
ikrar Sumpa pemuda. Sumpah Pemuda itu berisikan :
1. Kami
putera dan puteri Indonesia, mengaku berbagsa yang satu bangsa Indonesia ;
2. Kami
putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia
;
3. Kami
putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
b).
Masa Pasca-1928
Cetusan
ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi
bahasa Indonesia.
Perkembangan
berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga Baru tahun 1933.
Para pelopornya antara lain: Sultan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir
Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “ Pembinaan bahasa dan kesusastraan
Indonesia.”
Pada
masa itu terjadinya krisis terhadap keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah
(Belanda), berusaha mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah
pakar bahasa Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang
dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1983.
Sejumlah
pakar yang ikut diambil bagian dalam Kongres tersebut antara lain : K. St
Pamoentjak ; Ki Hadjar Dewantoro ; Sanoesi Pane ; Sultan Tkdir Alisjahbana ;
Dr. Poerbatjaraka ; Adinegoro ; Soekrdjo Wirjopranoto ; R.P. Soeroso; Mr. Moh.
Yamin ; dan Mr. Amir Sjarifudin, kongres ini membahas bidang-bidang
peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa persurat kabaran. Dari hasil
kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah di lakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu. Kongres ini berarti pula sebagai pencetus kesadaran akan
perlunya pembinaan yang lebih mantap terhadap bahasa Indonesia.
Pada
masa Jepang berkuasa di Indonesia (1 Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa perhubungan antara penduduk, disamping bahasa jepang
dan pelarangan tegas dalam penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat
mengembirakan bagi pemekaran bahasa indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini
terlihat dari munculnya sebuah Angkatan Kesusastraan yang dipelopori Chairul
Anwar, Idris, Asrul Sani. Angkatan ini dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada
tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh jepang. Tugas
komisi ini adalah menyususn istilah dan tata bahasa Normatif serta kosa kata
umum bahasa Indonesia. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara tidak
langsung semakin mantap dan memperoleh tempat di hati penduduk.
2.2
Perkembangan Bahasa Indonesia pada zaman Kemerdekaan
Bangsa
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian pada
tanggal 18 Agustus 1945 telah ditetapkan Undang-undang Dasar 1945. Dalam Pasal
36 Bab XV UUD ’45 berbunyi : “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pada
tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri ejaan
ini yaitu :
a. Huruf
“ oe “ diganti dengan “ u “ seperti pada kata Guru, Itu, Umur, dan sebagainya.
b. Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan K pada kata-kata Tak, Pak, Rakjat, dan
sebagainya.
c. Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
d. Awal
di-an kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan
dengan perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai sebelum masa
reformasi antara lain :
1. Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 salah
satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
2. Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia H.M. Soeharto, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato
kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden
No. 57, tahun 1972.
3. Pada
tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku diseluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
4. Kongres
Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober- 2
November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia.
Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia
sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
5. Kongres
bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November
1983. Kongres ini diselengarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda
yang ke- 55. Dalam keputusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga
negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai maksimal mungkin.
6. Kongres
bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Ia
dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara
(sebutan bagi Negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti
Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres
ini ditanda tangani dengan dipersembahkan karya besar pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa kepada pecinta bahasa Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia.
7. Kongres
bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993.
Peserta sebanyak 770 pakar bahasa Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India,
Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunya Undang-undang
Bahasa Indonesia.
Pada
tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia muncul untuk pertama kalinya yang disusun
oleh Poerwodarminta. Di kamus tersebut tercatat jumlah lema(kata) dalam bahasa
Indonesia mencapai 23.000 kata.
Pada
tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat
penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi
secara luar biasa, saat produk asing berupa properti masuk ke perkantoran dan
pusat pembelanjaan, banyak istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing
banyak digunakan dan sehingga membuat pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun
1995 terjadi perencanaan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Nama-nama
gedung, perumahan, dan pusat perbelanjaan yang menggunakan bahasa asing,
diganti dengan menggunakan bahasa Indonesia.
2.3
Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan
Bahasa Indonesia pada masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia
VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Keanggotaannya
terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap
bahasa dan sastra.
b. Tugasnya
memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta
mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Selain
itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata diberbagai bidang ilmu. Sementara
kata umumnya telah berjumlah 78.000 kata.
Namun,
masa reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru membawa perubahan buruk bagi
bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing yang semakin luas dan bahasa
Indonesia sempat di pinggirkan. Pada zaman reformasi salah satu pihak yang
memiliki andil dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik
cetak maupun elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menunding sekarang ini kita
tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang amat serius. Media
massa sudah terjerumus kepada situasi tiada tanggungjawab “ terhadap pembinaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini cenderung menggunakan
bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Ini
menunjukan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar. Hal ini
disebabkan antara lain adanya perubahan zama, reformasi yang tidak ada konsep
yang utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan. Redaktur, pemimpin redaksi
dan pemilik perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya,
persaingan usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam
pers saat ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa Indonesia
:
1. Bertambahnya
jumlah kata-kata singkatan (akronim).
2. Banyak
penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar
Namun, pers juga
telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru
seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni konspirasi, proaktif,
rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebaginya. Istilah-istilah
tersebut memang terdapat dikamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya
terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat
ini Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah bahasa
Inggris ataupun bahasa gaul. Dikalangan pelajar dan remaja sendiri lahir sebuah
bahasa baru yang merupakan percampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia,
dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul.
Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut terutama terjadi pada generasi muda.
Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwa kaum
intelek adalah mereka yang menggunakan bahasa asing dalam kehiduapan
sehari-hari, baik yang total memakai bahasa asing maupun mencampur dengan
bahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan
alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan Bahasa aisng justru
semakin luas. Kata-kata sperti “ new arrival “, “sale”, “best buy”, “discount”,
yang dapat dijumpai di toko dan pusat peebelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Dan tidak sedikit media yang memberikan
judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing. Saat ini penggunaan bahasa
Indonesia baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur.
Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa Indonesia hingga ke
pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia semakin
dikenal di masyarakat. jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari
multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul dengan sesama
karena terdapat perbedaan bahasa, kini dengan adanya bahasa pemersatu yaitu
Bahasa Indonesia, semua elemen bangsa dapat berkomunikasi. Ini merupakan salah
satu bentuk kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, Bahasa
Indonesia juga memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengauh
besar negara-negara besar sperti Amerika Serikat, Bahasa Indonesia menjadi
terpinggirkan. Bahkan dari kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia
sendiri. Banyak yang menganggap sepel Bahasa Indonesia dan lebih mementingkan
bahasa lain seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, Perancis, Jerman,
Mandarin dan sebagainya. Pelajar dan pemuda sekarang menggap bahasa Indonesia
terlalu kaku, tidak bebas dan terasa kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa
baru yang dikenal dengan bahasa gaul yang merupakan campuran dari bahasa derah,
bahasa asing, dan bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari
keadaan 78 tahun yang lalu, disaat ini pelajar dan pemuda dengan semangat cinta
tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa
lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa derah. Alhasil, akibat pelajar
menggap sepel pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri
mendapatkan nilai rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi,
sebagian penyebab banyaknya pelajar tidak lulus ujian karena menganggap sepele
bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkanmasyarakat Indonesia itu
menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat
Indonesia merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah
berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu
mereka bisa dan mampu berbahasa indonesia dengan baik dan benar. Kedua, karena
adanya kemunduran dan kemerosotan ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun
terakhir sehingga timbul rasa malu berbahasa Indonesia dalam pergaulan
internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang membuat timbulnya
pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak
zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat
mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing belajar bahasa
Indonesia menurun akibat kondisi pengajaran Bahasa Indonesia belakangan ini
menunjukkan segala penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas
penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas
pelenggaraan pengajar bahasa Indoesia untuk penutur asing ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri menurunkanya minat itu akibat
penyelenggaraan pengajaran indonesia untuk penutur asing itu sendirimaupun dari
kondisi dalam negeri sendiri. Penurunan minat ini terjadi di negara Australia,
Belanda, dan Jerman. Hal itu akibat politik di negara tersebut, di Jermanbahkan
pelajaran bahasa indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai
ditutup program ini, tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di
sana. Kurangnya minat untuk mempelajari bahasa Indonesia di beberapa negara
diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu pun ada
peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara China, Jepang, AS, Mesir,
dan negara Arab, serta negara berkembang pesat.
Salah
satunya upaya pemerintah Indonesia mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia
untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang
disebut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba
mensosialisasikan setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka
pusat-pusat kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat kebudayaan ini
sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia.
2.4 Peranan Bahasa Indonesia
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama
untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia
berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan
hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan
sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Di dalam suatu
masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan
anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan
batin di antara sesamanya.
2.5 Mengapa
Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
Ada empat faktor yang menyebabkan
bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa
melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa,
suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar