A.
Pendahuluan
Al-Qur’an yang senantiasa dibaca kaum
muslimin tidak sekadar bacaan umat Islam yang diyakini sebagai ibadah,
melainkan juga dan ini yang lebih penting ia merupakan هد١ (pedoman dan petunjuk hidup) bagi orang-orang yang bertakwa. Tujuan
hidup dengan menjadikan al-Qur’an sebagai هد١ adalah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat dalam naungan
ridha dan kasih sayang Allah SWT.
Namun
demikian, karena petunjuk hidup di dalam al-Qur’an hamper sebagian besarnya
bersifat mujmal (global) dan atau masih ‘amm (umum) maka untuk
menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan yang
operasional, terutama dari Nabi Muhammad SAW selaku pembawa al-Qur’an serta
pemilik otoritas utama dalam hal ini. Penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut
bisa berupa ucapan, perbuatan, maupun pernyataan atau pengakuan, yang di dalam
tradisi keilmuan Islam disebut hadits. Dengan demikian, hadits Nabi merupakan
sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an.
B.
Pengertian Sanad
Sanad ialah bahasa arab yang berasal
dari kata dasar سند yang artinya
“sandaran” bersandar, tempat berpegang
atau yang di percaya dan yang sah.
Sanad
nenurut istilah yaitu silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada matan
hadits atau sanad adalah jalan yang dapat menghubugkan matan hadits (sabda nabi
yang disebut setelah sanad, atau penghubung sanad, atu materi hadits).
Dari
pengertian diatas maka sanad sangat penting dalam menentukan ke shahihan suatu
hadits.
C.
Keshahihan hadits sehubungan dengan
sanadnya
Kata shahih berasal dari bahasa
arab yaitu الصحيح, yang memiliki beberapa arti, di antaranya (1)
selamat dari penyakit, (2) bebas dari aib/cacat. Sedangkan pengertian hadist
adalah خبر (berita).
Dari segi istilah, para ulama
berpendapay bahwa hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung (sampai
kepada nabi Muhammad), diriwayatkan oleh (periwayat) yang ‘adil dan dhabith
sampai akhir sanad, dan juga di dalam hadits itu tidak terdapat kejanggalan
(syadz) dan cacat (‘illat) yang merusak.
Dari definisi di atas dapat
dinyatakan bahwa kriteria hadits shahih itu ialah:
1.
Muttasil sanadnya.
2.
Seluruh periwayat dalam hadits bersifat ‘adil.
3.
Seluruh periwayat dalam hadits bersifat dhabith.
4.
Sanad dan matan hadits terhindar dari syadz.
5.
Sanad dan matan hadits itu terhindar dari ‘illat.
Dengan demikian, suatu hadits yang
tidak memenuhi kelima kriteria tersebut adalah hadits yang kualitasnya tidak
shahih. Berikut ini dikemukakan pembahasan lima kriteria dimaksud.
Kriteria pertama dari hadits shahih
adalah muttasil sanadnya. Maksudnya, sanad dari matan hadits itu rawi-rawinya
tidak terputus melainkan bersambung dari permulaannya sampai pada akhir sanad.
Kriteria kedua dari hadits shahih
adalah bersifat adil. Maksudnya, periwayat yang memenuhi syarat-syarat
berikut: (1) beragama Islam, (2) mukallaf, (3) melaksanakan ketentuan agama,
dan (4) memelihara muru’ah (memelihara kehormatan dirinya).
Kriteria ketiga dari hadits shahih
adalah bersifat dhabith. Arti dhabith di sini ialah memiliki
ingatan dan hafalan yang sempurna. Dia memahami dengan baik apa yang
diriwayatkannya serta mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki.
Kriteria keempat dari hadits shahih
adalah terhindar dari syadz. Maksudnya, jika periwayat yang meriwayatkan
hadits tersebut sebenarnya terpercaya, tetapi ia menyalahi periwayat-periwayat tingkat
kepercayaannya lebih tinggi.
Kriteria kelima dari hadits shahih
adalah terhindar dari ‘illat. Maksudnya ‘illat di sini adalah
sifat tersembunyi yang mengakibatkan cacat dalam penerimaannya, dan hadits
tersebut tidak dapat di percaya.
D.
Langkah-langkah dalam penelitian
sanad
a. Melakukan
I’tibar
Dengan adanya I’tibar sanad yang
sedang di teliti mampu di pertimbangkan kedudukannya, adakah terdapat riwayat
yang sama dengan sahabat yang sama, atau riwayat yang sama dengan sahabat yang
berbeda pula.
I’tibar menurut bahasa yaitu
memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di
dalamnya.
Menurut istilah adalah penelitian
jalan-jalan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui
apakah ada orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak.
b. Pembuatan skema
sanad
(3) metode periwayatan yang di
gunakan oleh masing-masing periwayat
a. Definisi tahammul ( تحمل ).
Tahammul, menurut etimologis, adalah
menerima , me-nanggung , penerimaan . Tahammul al-hadis ( تحمل الحديث ), menurut terminologis, yaitu suatu
kegiatan menerima, mendengar, dan mengambil hadis dari seorang guru (syaikh)
dengan menggunakan beberapa metode-metode atau “cara-cara penerimaan hadis”
(thuruq at-tahammul) .
b.
Definisi ada’ ( أداء ).
Ada’, menurut etimologis, adalah
penyampaian , menyampaikan atau meriwayatkan . Ada’ al-hadis ( أداء الحديث ), menurut terminologis, yaitu suatu
kegiatan menyampaikan dan meriwayatkan hadis kepada orang lain atau muridnya,
dengan menggunakan lafadz-lafadz serta “bentuk penyampaian” (shighah al-ada’) yang
digunakan oleh ahli hadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar