Selasa, 26 Februari 2013

Sanad hadits



A.     Pendahuluan
Al-Qur’an yang senantiasa dibaca kaum muslimin tidak sekadar bacaan umat Islam yang diyakini sebagai ibadah, melainkan juga dan ini yang lebih penting ia merupakan هد١ (pedoman dan petunjuk hidup) bagi orang-orang yang bertakwa. Tujuan hidup dengan menjadikan al-Qur’an sebagai هد١ adalah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat dalam naungan ridha dan kasih sayang Allah SWT.
Namun demikian, karena petunjuk hidup di dalam al-Qur’an hamper sebagian besarnya bersifat mujmal (global) dan atau masih ‘amm (umum) maka untuk menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan yang operasional, terutama dari Nabi Muhammad SAW selaku pembawa al-Qur’an serta pemilik otoritas utama dalam hal ini. Penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa berupa ucapan, perbuatan, maupun pernyataan atau pengakuan, yang di dalam tradisi keilmuan Islam disebut hadits. Dengan demikian, hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an.
B.      Pengertian Sanad
Sanad ialah bahasa arab yang berasal dari kata dasar سند yang artinya “sandaran”  bersandar, tempat berpegang atau yang di percaya dan yang sah.
Sanad nenurut istilah yaitu silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada matan hadits atau sanad adalah jalan yang dapat menghubugkan matan hadits (sabda nabi yang disebut setelah sanad, atau penghubung sanad, atu materi hadits).
Dari pengertian diatas maka sanad sangat penting dalam menentukan ke shahihan suatu hadits.
C.      Keshahihan hadits sehubungan dengan sanadnya
Kata shahih berasal dari bahasa arab yaitu الصحيح, yang memiliki beberapa arti, di antaranya (1) selamat dari penyakit, (2) bebas dari aib/cacat. Sedangkan pengertian hadist adalah خبر (berita).
Dari segi istilah, para ulama berpendapay bahwa hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung (sampai kepada nabi Muhammad), diriwayatkan oleh (periwayat) yang ‘adil dan dhabith sampai akhir sanad, dan juga di dalam hadits itu tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat) yang merusak.
Dari definisi di atas dapat dinyatakan bahwa kriteria hadits shahih itu ialah:
1.      Muttasil sanadnya.
2.      Seluruh periwayat dalam hadits bersifat ‘adil.
3.      Seluruh periwayat dalam hadits bersifat dhabith.
4.      Sanad dan matan hadits terhindar dari syadz.
5.      Sanad dan matan hadits itu terhindar dari ­‘illat.
Dengan demikian, suatu hadits yang tidak memenuhi kelima kriteria tersebut adalah hadits yang kualitasnya tidak shahih. Berikut ini dikemukakan pembahasan lima kriteria dimaksud.
Kriteria pertama dari hadits shahih adalah muttasil sanadnya. Maksudnya, sanad dari matan hadits itu rawi-rawinya tidak terputus melainkan bersambung dari permulaannya sampai pada akhir sanad.
Kriteria kedua dari hadits shahih adalah bersifat adil. Maksudnya, periwayat yang memenuhi syarat-syarat berikut: (1) beragama Islam, (2) mukallaf, (3) melaksanakan ketentuan agama, dan (4) memelihara muru’ah (memelihara kehormatan dirinya).
Kriteria ketiga dari hadits shahih adalah bersifat dhabith. Arti dhabith di sini ialah memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna. Dia memahami dengan baik apa yang diriwayatkannya serta mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki.
Kriteria keempat dari hadits shahih adalah terhindar dari syadz. Maksudnya, jika periwayat yang meriwayatkan hadits tersebut sebenarnya terpercaya, tetapi ia menyalahi periwayat-periwayat tingkat kepercayaannya lebih tinggi.
Kriteria kelima dari hadits shahih adalah terhindar dari ‘illat. Maksudnya ‘illat di sini adalah sifat tersembunyi yang mengakibatkan cacat dalam penerimaannya, dan hadits tersebut tidak dapat di percaya.
D.     Langkah-langkah dalam penelitian sanad
a.      Melakukan I’tibar
Dengan adanya I’tibar sanad yang sedang di teliti mampu di pertimbangkan kedudukannya, adakah terdapat riwayat yang sama dengan sahabat yang sama, atau riwayat yang sama dengan sahabat yang berbeda pula.
I’tibar menurut bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di dalamnya.
Menurut istilah adalah penelitian jalan-jalan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui apakah ada orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak.
b.      Pembuatan skema sanad
(3) metode periwayatan yang di gunakan oleh masing-masing periwayat
a.    Definisi tahammul ( تحمل ).
Tahammul, menurut etimologis, adalah menerima , me-nanggung , penerimaan . Tahammul al-hadis ( تحمل الحديث ), menurut terminologis, yaitu suatu kegiatan menerima, mendengar, dan mengambil hadis dari seorang guru (syaikh) dengan menggunakan beberapa metode-metode atau “cara-cara penerimaan hadis” (thuruq at-tahammul) .
b.      Definisi ada’ ( أداء ).
Ada’, menurut etimologis, adalah penyampaian , menyampaikan atau meriwayatkan . Ada’ al-hadis ( أداء الحديث ), menurut terminologis, yaitu suatu kegiatan menyampaikan dan meriwayatkan hadis kepada orang lain atau muridnya, dengan menggunakan lafadz-lafadz serta “bentuk penyampaian” (shighah al-ada’) yang digunakan oleh ahli hadis.

Tidak ada komentar: